Jurnal Laporst Pasang Surut
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pasut (Tides) berasal dari bahasa
Inggris kuno (Anglosakson) yang berarti musim. Pasang surut (pasut)
ialah proses naik turunnya muka air laut secara periodik (hampir teratur),
dibangkitkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari (http://www.slideshare.net).
Pasang surut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet,
bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda
angkasa di luar materi itu berada. Gelombang pasang (tidal waves) adalah
gelombang yang mempunyai periode antara 12 jam sampai dengan 24 jam, disebabkan
adanya gaya gravitasi dan percepatan gaya coriolis, tumbuh akibat gaya tarik
benda-benda langit terutama matahari dan bulan.
Pasang surut terjadi disebabkan gaya
tarik menarik antara matahari dan bumi, bumi dan bulan, serta matahari-bulan
dan bumi. Gaya tarik menarik antara bumi dan palnet lainnya kecil, sehingga
bisa diabaikan. Gerakan-gerakan yang penting dalam sistem matahari-bumi-bulan
adalah revolusi dari bumi mengitari matahari dan revolusi bulan mengelilingi
bumi. Bidang dimana bumi mengitari matahari disebut bidang “ecliptic”, sumbu
roasi bumi membuat sudut dengan bidang Ecliptic ini sebesar (Soebyakto, 2009).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat meramal tipe pasang surut di suatu daerah
berdasarkan ketinggian rata-rata pasut menggunakan metode Admiralty dan menghitung
jumlah terjadinya suatu tinggi muka air laut/distribusi frekuensi muka air.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik
turunnya muka laut
secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari
dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang
surut laut
merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut
secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik
menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.
Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau
ukurannya lebih kecil.
Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga
jenis yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide), pasang surut laut
(oceanic tide) dan pasang surut bumi padat (tide of the solid earth).
Pasang surut laut
merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi.
Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding
terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari,
gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari
dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada
jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut
ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge)
pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut
ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital
bulan dan matahari.
2.2 Teori Pasang Surut
2.2.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium
Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali
diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan
sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang
seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia)
diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut
sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk
memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan
sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi
matahari.
Pada teori
kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang
sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide
Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal,
teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari.
Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air
rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
2.2.2 Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa
dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi
pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat
membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan
konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh
GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan
dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini
melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui
secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut
menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan
gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat
faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP.
Menurut Defant (1958), faktor-faktor
tersebut adalah :
1. Kedalaman perairan dan luas perairan
2. Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
3. Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan
semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis
Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di
belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi
di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai
maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada
kecepatan pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan
(1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat
mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag)
serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin
dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.
2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi
bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap
matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas
perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu
juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu
perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan
sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan
(Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut
merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi
secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.
Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua
kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut
karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya
tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan
menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.
Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut
antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994).
Bulan dan matahari
keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya
tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan
memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari.
Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi
posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut,
yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke
bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah
muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan
permukaan laut
di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga
memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah
pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di
atas 24 jam (Priyana,1994).

Gambar 1. Pasang perbani

Gambar 2. Pasang purnama
2.4 Tipe Pasang Surut
Perairan laut
memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut,sehingga
terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers
(1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal
Yaitu bila dalam sehari terjadi satu
satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut
sekitar katulistiwa.
2. Pasang surut semi diurnal
Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran
Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2,
bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi
diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961),
pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu
kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi
Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini
terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian
tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali
pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini
terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian
ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini
terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
(AO1+AK1)
F= ___________
(AM2+AS2)
Tipe pasang surut dapat
ditentukan menggunakan rumus Formzahl
dimana:
AO1 = unsur
pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
AK1 = unsur pasut
tunggal yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
AM2 = unsur pasut
ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
AS2 = unsur pasut
ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
Dimana :
F ≤ 0.25 :
Pasut ganda
0.25 < F ≤ 1.5 : Pasut tunggal
1.5 < F ≤ 3.0 : Pasut campuran dominan ganda
F > 3.0 :
Pasut campuran dominan tunggal
2.5 Arus Pasut
Gerakan air vertikal yang berhubungan
dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal
yang disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut
senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga
terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut (Tidal current).
Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan
mengalami perubahan, faktor
yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).
Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut
teluk dan laguna adalah akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih
tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk
yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu
gelombang pasut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau
teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan
lepas.
Pada daerah-daerah di
mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan
pada dasar laut
menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi
menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah
lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran
sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan
kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari
perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas
didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan
air pada setiap sisi batas.
2.6 Alat-alat Pengukuran Pasang Surut
2.6.1 Tide Staff
Alat ini berupa papan yang telah diberi
skala dalam meter atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran
pasang surut di lapangan.Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat pengukur pasut
paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut
atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu,
alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.
Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam
air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah
karena akan bias atau pada daerah aliran sungai (aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal
bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air bergerak secara tidak teratur
4. Dipasang pada daerah yang terlindung
dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan dipasang tegak lurus
5. Cari tempat yang mudah untuk
pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah dikaitkan
6. Dekat dengan bench mark atau titik
referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah untuk diikatkan
terhadap titik referensi
7. Tanah dan dasar laut
atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil
8. Tempat didirikannya papan harus
dibuat pengaman dari arus dan sampah
2.6.2 Tide Gauge
Merupakan perangkat untuk mengukur
perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki
sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut
yang kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri
dari dua jenis yaitu :
1. Floating tide gauge (self
registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan
naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung
yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit).
Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak
dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
2. Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge
hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik-turunnya air laut
direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut
yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini
dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut
tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.
2.6.3.
Satelit
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun
1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara
umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif
ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume
dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut
rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan
pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif
(receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini,
altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang
elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan
balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.
Prinsip
penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada
dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak
vertikal dari satelit ke permukaan laut.
Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid
referensi diketahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH)
saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal.
Variasi muka laut
periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka laut
dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis).
Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal
periode panjang dan fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id)
2. 7 Pasang Surut di Perairan
Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik
serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga kondisi pasang surut,
angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi
pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut
pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Gambar 15
memperlihatkan peta pasang surut wilayah lautan Indonesia. Dari gambar tersebut
tampak beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memiliki pasang
surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut
dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut
dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai
di selatan pulau Papua (muara sungai Digul) (Sumotarto, 2003).
Keadaan
pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari
Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang
kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut
yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola
pasang surut yang beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian
(semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan
pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal
sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya
adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang
surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut
Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal
sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk Jakarta dan laut
Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang surut di
perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Di Laut
Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 m kecuali di Selat madura
yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di Papua
(Diposaptono, 2007).

Gambar 9. Pasang Surut di Indonesia
BAB 3
METODOLOGI
3.1
Alat
Adapun alat yang digunakan dalam
praktikum antara lain komputer atau laptop, data Software Pasut.
3.2
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam
praktikum antara lain data pasut Belawan dan data Sibolga.
3.3
Langkah-langkah Kerja
Langkah-langkah mengolah data pasut
Belawan dan Sibolga antara lain:
1. Buka folder “Pasut” pada desktop.
2. Pilih Microsoft excel dari “Metode
Admiralty”.
3. Perhatikan tabel-tabel yang ada pada
“Sheet A”.

4.
Perhatikan hasil akhir dari tabel-tabel di atas.

5.
Buka software “Pasut”.
6.
Klik “Perintah” lalu pilih “File Baru”.
7.
Isi nama stasiun dengan nama “Belawan”.
8.
Kosongkan lokasi bujur dan lintang, tetapi isi yang lainnya (Amplitudo dan
Fasa) dengan nilai:
SO =
81,3 cm
M2 = 27,0 cm = 430 deg
S2 = 14,8 cm = 278 deg
N2 =
8,3 cm = 416
deg
K1 =
12,1 cm = 444 deg
O1 = 11,9 cm = 309 deg
P1 = 4,0 cm = 444
deg
M4 = 1,2 cm = 842 deg
MS4 = 1,8 cm = 413 deg

9.
Klik “Ok” dan save dengan nama baru.
10.
Buka kembali software “Pasut” dan klik “Perintah” lalu pilih “Buka File”.
11.
Buka file yang disimpan tersebut dengan mengklik “File” dan “Open”.
12.
Muncul tabulasi kecil dan klik “Ok”.
13. Untuk data pasut Sibolga, buka excel ”Sheet 1” dan kolom
berikutnya dengan menambahkan 1 dari kolom sebelumnya dan enter.
14. Tarik ujung blok setiap kolom agar beraturan ke bawah
dan lakukan ini sampai kolom 10.
15. Untuk kolom 11-15 gunakan nilai kolom pertama sampai
kelima lalu klik ”File” lalu ”Save”.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan data pasut Belawan sebagai berikut:


Berdasarkan data pasut Sibolga sebagai berikut:

Perhitungan Tipe Pasut Belawan:
(AO1+AK1)
F= ___________
(AM2+AS2)
11,9 + 12,1
F=
____________ = 0,574 (Pasut Tunggal)
27,0 +
14,8
dimana:
AO1 = unsur
pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
AK1 = unsur pasut
tunggal yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
AM2 = unsur pasut
ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
AS2 = unsur pasut
ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
Dimana :
F ≤ 0.25 : Pasut ganda
0.25 < F ≤ 1.5 : Pasut tunggal
1.5 < F ≤ 3.0 : Pasut campuran dominan ganda
F > 3.0 : Pasut campuran dominan tunggal
4.2 Pembahasan
Pasang surut
Belawan mempunyai nilai bilangan Formzahl sebesar 0,574. Hal ini menunjukkan
bahwa pasang surut di Belawan merupakan pasang tunggal berdasarkan kelompok
nilai bilangan Formzahl. Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang
surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik
benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.
Menurut Wyrtki
(1961), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut
berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya,
revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan
berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi
bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa
faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi
dasar laut,
lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri
pasang surut yang berlainan.
Data pasut Sibolga hanya memiliki
nilai dalam sehari, sebab pengukuran pasut dilakukan satu hari saja. Data pasut
suatu daerah dapat diolah apabila minimal 15 hari pengukuran dilakukan.
Pasang surut adalah perubahan gerak relatif dari materi
suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi
benda-benda angkasa di luar materi itu berada. Gelombang pasang (tidal waves)
adalah gelombang yang mempunyai periode antara 12 jam sampai dengan 24 jam,
disebabkan adanya gaya gravitasi dan percepatan gaya coriolis, tumbuh akibat
gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan.
Pasang surut
adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda
angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar
materi itu berada. Gelombang pasang (tidal waves) adalah gelombang yang
mempunyai periode antara 12 jam sampai dengan 24 jam, disebabkan adanya gaya
gravitasi dan percepatan gaya coriolis, tumbuh akibat gaya tarik benda-benda
langit terutama matahari dan bulan.
BAB 5
KESIMPULAN
Pasang surut adalah
perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa
lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu
berada. Gelombang pasang (tidal waves) adalah gelombang yang mempunyai periode
antara 12 jam sampai dengan 24 jam, disebabkan adanya gaya gravitasi dan
percepatan gaya coriolis, tumbuh akibat gaya tarik benda-benda langit terutama
matahari dan bulan.
Pasang surut Belawan mempunyai nilai
bilangan Formzahl sebesar 0,574. Hal ini menunjukkan bahwa pasang surut di
Belawan merupakan pasang tunggal berdasarkan kelompok nilai bilangan Formzahl.
Data pasut Sibolga hanya memiliki nilai dalam sehari, sebab pengukuran pasut
dilakukan satu hari saja. Data pasut suatu daerah dapat diolah apabila minimal
15 hari pengukuran dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2010. Pasang Surut. http://www.slideshare.net
[1 Mei 2011].
Anonymous, 2010. Pasang Surut. http://www.slideshare.net
[3 Mei 2011].
Anonymous. 2011. Bilangan Formzahl. http://atlasnasional.bakosurtanal.go.id
Anonymous. 2011. Pasang Surut Air Laut. http://intl.feedfury.com
[12-03-2011].
Diposaptono, dkk. 2007. Pasang Surut Indonesia. Piranti,
Jakarta.
Soebyakto, dkk. 2009. Kelautan. Tiga Serangkai, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar