Tugas Sistem Informasi Sumberdaya perairan
APLIKASI SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN
DAERAH PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP
GOMBANG DI
PERAIRAN SELAT BENGKALIS KECAMATAN
BENGKALIS
KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU
Dosen penanggung Jawab
Rusdi Leidonald, S. P, M.S c
Oleh :
Rio Fentaria S
110302048

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Informasi dan Geografi. Dalam
tugas mata kuliah Sistem Informasi dan Geografi yang berjudul “APLIKASI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN DAERAH PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP
GOMBANG DI PERAIRAN SELAT BENGKALIS KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS
PROPINSI RIAU” yang akan dijadikan landasan utama
dalam membahas tentang sistem informasi yang terdapat pada bidang
perairan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Zulham
Apandy Harahap S. Kel, M.Si dan Bapak Rusdi Leidonald S.P, M.Sc selaku dosen
mata kuliah Sistem Informasi dan Geografi dengan segala kesabaran dan
bimbingannya sehingga laporan makalah ini dapat diselesaikan dan teman-teman
yang telah memberikan masukan agar makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Medan, April 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information
System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi
berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau
informasi geografis
(Aronoff,
1989).
Secara umum pengertian SIG sebagai berikut:
Suatu
komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan
sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan,
menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis ”
A.
Data
spasial
Data
spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain,
yaitu informasi lokasi dan informasi atribut yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
•
Informasi lokasi atau informasi spasial. Contoh yang umum adalah informasi
lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi. Contoh
lain dari informasi spasial yang bisa digunakan untuk mengidentifikasikan
lokasi misalnya adalah Kode Pos.
•
Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial. Suatu lokalitas bisa
mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya; contohnya
jenis vegetasi, populasi, pendapatan per tahun, dsb.
Sistem Koordinat
Informasi
lokasi ditentukan berdasarkan sistem koordinat, yang di antaranya mencakup
datum dan proyeksi peta. Datum adalah kumpulan parameter dan titik kontrol yang
hubungan geometriknya diketahui, baik melalui pengukuran atau penghitungan.
Sedangkan sistem proyeksi peta adalah sistem yang dirancang untuk
merepresentasikan permukaan dari suatu bidang lengkung atau spheroid (misalnya
bumi) pada suatu bidang datar. Proses representasi ini menyebabkan distorsi
yang perlu diperhitungkan untuk memperoleh ketelitian beberapa macam properti,
seperti jarak, sudut, atau luasan
Dalam
SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:
1.
Vektor
Dalam data format
vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line),
polygon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik
yang sama), titik/point (node yang mempunyai label), dan nodes (merupakan titik
perpotongan antara dua buah garis).
2.
Raster
Data raster (atau
disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan dari system
Penginderaan Jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai
struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Pada data
raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan
kata lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan bumi
yang diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi
yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. Data raster
sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual,
seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah, dsb. Keterbatasan
utama dari data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi resolusi
grid-nya semakin besar pula ukuran filenya. Keuntungan utama dari format data
vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis
lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan ketepatan posisi,
misalnya pada basisdata batas-batas kadaster. Contoh penggunaan lainnya adalah
untuk mendefinisikan hubungan spasial dari beberapa fitur. Kelemahan data
vektor yang utama adalah ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan
gradual. Masing-masing format data mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Pemilihan format data yang digunakan sangat tergantung pada tujuan penggunaan,
data yang tersedia, serta kemudahan dalam analisa. Data vektor relatif lebih
ekonomis dalam hal ukuran file dan presisi dalam lokasi, tetapi sangat sulit
untuk digunakan dalam komputasi matematik. Sebaliknya, data raster biasanya membutuhkan
ruang penyimpanan file yang lebih besar dan presisi lokasinya lebih rendah,
tetapi lebih mudah digunakan secara matematis.
Sumber data
spasial
Sebagaimana telah kita ketahui, SIG membutuhkan
masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Beberapa sumber data
tersebut antara lain adalah:
1.
Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dsb.)
Peta
analog adalah peta dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat dengan
teknik
kartografi,
sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata
angin
dsb.
Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan
bumi
pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam
format vektor.
2.
Data dari sistem Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit, foto-udara,
dsb.)
Data Pengindraan Jauh dapat dikatakan
sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara
berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya
masing-masing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam
tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.
3. Data hasil pengukuran lapangan.
Contoh
data hasil pengukuran lapang adalah data batas administrasi, batas kepemilikan
lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dsb., yang dihasilkan
berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. Pada umumnya data ini merupakan
sumber data atribut.
4.
Data GPS.
Teknologi
GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan
pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya
direpresentasikan dalam format vektor.
B.
Data Atribut
Data atribut adalah data yang berupa
penjeasan dari setiap fenomena yang terdapat di permukaan bumi. Data atribut
berfungsi untuk menggambarkan gejala topografi karena memiliki aspek deskriptif
dan kualitatif. Oleh karena itu, data atribut sangat penting dalam menjelaskan
seluruh objek geografi. Contohnya, atribut kualitas tanah terdiri atas status
kepemilikian lahan, luas lahan, tingkat kesuburan tanah dan kandungan mineral
dalam tanah.
Perangkat
lunak sistem informasi geografi saat ini telah banyak dijumpai . Masing-masing
perangkat lunak ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam menunjang analisis
informasi geografi. Salah satu yang sering digunakan saat ini adalah ArcView.
ArcView yang merupakan salah satu perangkat lunak Sistem Infrmasi geografi yang
di keluarkan oleh ESRI (Environmental Systems Research Intitute).
ArcView dapat melakukan pertukaran data, operasi-operasi matematik, menampilkan
informasi spasial maupun atribut secara bersamaan, membuat peta tematik,
menyediakan bahasa pemograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi
khusus lainnya dengan bantuan extensions seperti spasial analyst
dan image analyst (ESRI).
ArcView dalam operasinya
menggunakan, membaca dan mengolah data dalam format Shapefile, selain itu
ArcView jaga dapat memanggil data-data dengan format BSQ, BIL, BIP, JPEG, TIFF,
BMP, GeoTIFF atau data grid yang berasal dari ARC/INFO serta banyak lagi
data-data lainnya. Setiap data spasial yang dipanggil akan tampak sebagai
sebuah Theme dan gabungan dari theme-theme ini akan tampil
dalam sebuah view. ArcView mengorganisasikan komponen-komponen
programnya (view, theme, table, chart, layout dan
script) dalam sebuah project. Project merupakan suatu unit
organisasi tertinggi di dalam ArcView.
Salah satu kelebihan dari ArcView
adalah kemampaunnya berhubungan dan berkerja dengan bantuan extensions. Extensions
(dalam konteks perangkat lunak SIG ArcView) merupakan suatu perangkat lunak
yang bersifat “plug-in” dan dapat diaktifkan ketika penggunanya
memerlukan kemampuan fungsionalitas tambahan (Prahasta). Extensions
bekerja atau berperan sebagai perangkat lunak yang dapat dibuat sendiri, telah
ada atau dimasukkan (di-instal) ke dalam perangkat lunak ArcView untuk
memperluas kemampuan-kemampuan kerja dari ArcView itu sendiri. Contoh-contoh extensions
ini seperti Spasial Analyst, Edit Tools v3.1, Geoprocessing,
JPGE (JFIF) Image Support, Legend Tool, Projection Utility
Wizard, Register and Transform Tool dan XTools Extensions
.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari penelitian ini adalah menentukan kawasan perairan yang potensial untuk
daerah pengoperasian alat tangkap gombang berdasarkan faktor-faktor lingkungan perairan
(oseanografi) berupa parameter kecepatan arus, kedalaman dan kecerahan
perairan dengan menggunakan aplikasi SIG.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam upaya mengeksploitasi sumberdaya perairan
telah dilakukan berbagaicara dan metode. Salah satu carayang digunakan adalah
dengan penerapan metode penangkapan dan penggunaan bermacam jenis alat penangkapan.
Selain itu, modifikasi pada alat tangkap juga telah dilakukan. Namun usaha yang
dilakukan akan kurang optimal jikatidak didukung oleh ketersediaan informasi tentang daerah penangkapan. Seperti
pendapat Gunarso (1985), bahwa untuk memperoleh hasil tangkapan yang baik
dipengaruhi oleh alat penangkapan yang digunakan seperti konstruksi, bahan,
teknik dan keadaan lingkungan (cahaya, arus, tingkah laku ikan) serta
keterampilan nelayan dalam mengoperasikan alat penangkapan tersebut. Informasi
kesesuaian daerah pengoperasian alat tangkap akan mempengaruhi operasional, efektifitas
dan efisiensi kerja. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek yang dijadikan
dasar pertimbangan untuk penentuan kesesuai daerah perairan, yaitu aspek teknis
dan aspek oseanografi. Selain itu pemilihan lokasi yang ideal untuk tempat operasi
alat tangkap dapat mengurangi biaya operasional penangkapan yang akan
dikeluarkan, dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan pendapatan nelayan.
Salah satu alat penangkapan yang digunakan oleh
nelayan di perairan Selat Bengkalis adalah gombang. Gombang merupakan alat penangkapan
yang menetap (diam) disuatu perairan. Brant (1984) mengklasifikasikan gombang
ke dalam kelompok fishing with net bag fixed mouth. Sedangkan
Subani dan Barus (1988) menggolongkan alat penangkapan gombang ke dalam fish
with filter nets karena prinsipnya adalah menjaring volume air yang masuk
kedalam alat tangkap
gombang
Dalam pemasangan alat tangkap gombang di perairan
sangat dipertimbangkan kecepatan arus, kecerahan dan kedalaman perairan (faktor
penentu). Untuk mencari daerah penangkapan yang ideal bagi pengoperasian alat
tangkap gombang dibutuhkan suatu pengetahuan dan informasi mengenai faktor
penentu.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menentukan kesesuaian daerah perairan tersebut dengan memanfaatkan teknologi
Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah system yang
dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi
lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan dilokasi
tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang
diperlukan,
yaitu data sapsial, perangkat keras, perangkat lunak dan
struktur organisasi (Prahasta, 2002).
BAB III
PEMBAHASAN
Jenis arus
yang terdapat di Selat Bengkalis adalah jenis arus pasang surut karena
dipengaruhi oleh perubahan permukaan air laut akibat pasang surut. Kisaran
kecepatan arus perairan Selat Bengkalis adalah 0,31 –0,51 m/dtk. Keadaan ini menunjukkan
bahwa adanya perbedaan antara stasiun yang satu dengan stasiun yang lainnya. Besaran
nilai kecerahan perairan yang didapatkan dari hasil pengukuran dilapangan
berada pada rentang 0,33 – 0,54 m. Variasi tersebut erat kaitannya dengan tingkat
kedalaman perairan tersebut. Kisaran kedalaman perairan yang menjadi lokasi
penelitian berada pada rentang 0 – 25 m. Tingkat kedalaman bergerak naik dari
pantai ke arah laut. Perbedaan ke dalaman perairan dapat menggambarkan bentuk
topografi dasar perairan. Bentuk dasar perairan mempengaruhi arus, pasang surut
dan kecerahan perairan. Kedalaman perairan dapat mempengaruhi penetrasi
matahari yang masuk ke perairan, semakin dalam perairan maka daya tembus cahaya
matahari semakin berkurang (Laevastu dan Hayes, 1981).
Dalam
pembobotan, kecepatan arus memiliki bobot tertinggi. Hal ini dikarenakan parameter
kecepatan arus menjadi faktor yang dominan dalam penentu terhadap pengoperasian
alat tangkap dan hasil tangkapan gombang. Usman, Brown dan Rengi (2004) melaporkan
bahwa kecepatan arus, baik arus pasang maupun surut mempengaruhi hasil
tangkapan gombang, dengan pola hubungan positif dan cukup kuat. Parameter kedalaman
perairan menempati bobot kedua, pertimbangan ini didasari bahwa dalam
pengoperasian alat tangkap gombang faktor kedalaman perairan menjadi
pertimbangan nelayan. Syofyan (2005) menyatakan bahwa kedalam perairan
memberikan pengaruh yang sangat nyata kepada hasil tangkapan gombang
(Gambar 4). Aplikasi Sistem Informasi
Geografis Dalam Penentuan Daerah
Pengoperasian Alat Tangkap Gombang
Di Perairan Selat Bengkalis

Dari
analisis spasial dan pembobotan pada data atribut didapatlah berupa kawasan
perairan terpilih untuk daerah pengoperasian alat tangkap gombang.. Kawasan terpilih
dikelompokkan menjadi tiga kelas kesesuaian, yaitu; sesuai, cukup sesuai dan
tidak sesuai. Daerah kelas sesuai memiliki kisaran nilai kecepatan arus 0,29 –
0,32 m/s, kedalaman perairan 6 – 22 m dan nilai kecerahan 0,25 – 0,62 m. Pada peta
di Gambar 5 kelas ini ditandai dengan warna biru. Kelas cukup sesuai mencakup
sebahagian kecil dari kawasan studi. Daerah ini ditandai dengan warna merah
jambu pada peta. Kisaran nilai parameter untuk daerah ini adalah; kecepatan arus
0,32 – 0,38 m/s, kedalaman perairan 4 – 6 m dan nilai kecerahan 0,25 – 0,46 m.
Untuk kelas tidak sesuai pada peta daerahnya ditandai dengan warna kuning.
Kisaran nilai parameter untuk daerah ini adalah; kecepatan arus 0,32 – 0,37
m/s, kedalaman perairan 0 – 4 m dan nilai kecerahan 0,34 – 0,37 m
(Gambar 5).Aplikasi Sistem Informasi
Geografis Dalam Penentuan Daerah
Pengoperasian Alat Tangkap Gombang
Di Perairan Selat Bengkalis

Hasil tangkapan dari alat tangkap gombang yang
dioperasikan di perairan Selat Bengkalis ini adalah udang dan beberapa jenis
ikan seperti lomek, tenggiri, parang dan malung. Hal ini didukung dari laporan
Sari (2002) bahwa udang dan beberapa spesies ikan yang terdapat di Desa Meskom
merupakan hasil tangkapan gombang dan pengerih.
BAB IV
KESIMPULAN
Kawasan yang potensial untuk pengoperasian alat
tangkap gombang di perairan Selat Bengkalis dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu;
sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai.
Kawasan yang berpotensi dan berada di kelas sesuai memiliki luas 1.460, 381 ha
(96,21 % dari total kawasan yang diteliti). Sedangkan luas kawasan yang cukup
sesuai adalah 27,232 ha (1,79%) dan kawasan yang tidak sesuai memiliki luas
30,351 ha (2%).
DAFTAR PUSTAKA
Brant,
V. A. 1984. Fish Catching Methode of The World. Third Edition. Fishing
News (Books) Ltd. London. 418 p.
Gunarso,
W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan
Teknik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas
Perikanan. IPB. Bogor. 60 hal.
Laevastu,
T and M. L. Hayes. 1981. Fisheries Oceanography New Ocean
Environmental Services. Fishing News (Books) Ltd. London.
199 p.
Prahasta,
E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika.
Bandung. 334 hal.
Sari,
T. E. Y. 2002. Pengembangan Sistem Informasi Perikanan di Perairan
Bengkalis, Propinsi Riau. Jurnal Terubuk. 29 (1). Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.
.
Subani,
W dan H. R. Barus. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut.
Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta 247 hal.
Syofyan,
I. 2005. Pengaruh Pengoperasian Gombang Terhadap Komunitas Ikan dan
Udang
di Selat Bengkalis. Jurnal Terubuk. 34 (2). Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Riau. Pekanbaru.
Usman,
A. Brown dan P. Rengi. 2004. Hubungan Kecepatan Arus dengan Hasil
Tangkapan Gombang di Perairan Desa
Durai Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Propinsi Riau. Jurnal Terubuk. 31 (1). Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar