Kamis, 23 Oktober 2014

Tugas AMDAL

POTENSI PENCEMARAN LIMBAH PABRIK PEWARNAAN PAKAIAN JEANS KAWASAN PERUMAHAN JL.LADANG di ALIRAN SUNGAI DELI


OLEH:
RIO FENTARIA S
110302048
MANAJEMEN SUMBEDAYA PERAIRAN



PENDAHULUAN


            Kebutuhan akan hidup semakin lama semakin berkembang mengikuti zaman yang terus semakin maju. Salah satunya dalam hal berpakaian, dengan semakin majunya zaman serta teknologi yang digunakan dalam pembuatan pakaian maka tidak dapat dihindari bahwa dampak negatif dari pembuatan pakaian tersebut juga semakin buruk. Blue Jeans telah ada sejak tahun 1870-an, dan sejak datang untuk menjadi seperti Amerika sebagai pie apel. Penemuan seorang pedagang kaya bernama Levi Strauss yang telah menjual pasokan ke penambang selama Gold Rush California, celana jeans biru telah mempertahankan gaya asli, dan sebagai populer seperti biasa. Salah satu pabrik yang telah saya survei secara langsung dan menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan informasi berlokasi di Jl. LADANG, DELI TUA-MEDAN kecamatan deli tua bersebelahan dengan gang Perdamaian, lokasi ini merupakan kawasan pabrik terpadu dan tidak hanya terdiri dari satu yang pabrik yang membuang langsung air limbah sisa pengolahan mereka, namun disini saya akan membahas tentang limbah yang di hasilkan oleh pabrik pembuatan jeans karena hal ini merupakan salah satu yang paling erat kaitannya dengan pakaian yang kita kenakan sehari-hari. Pabrik tersebut membuang limbah cair kesaluran paret-paret kecil yang menuju anak sungai DELI. Limbah yang diakibatkan oleh pabrik tersebut berdampak pada perairan sehingga mengubah warna menjadi biru. Saya sangat ingin tahu tentang kebenaran yang telah saya lihat, namun tidak satupun dari warga yang mau banyak angkat bicara tentang aktivitas yang dilakukan oleh pabrik tersebut. Berikut adalah gambar lokasi pabrik:

Gambar 1. Lokasi Pabrik

 
ISI


Kurang berjalannya system IPAL yang ada saat ini menuntut adanya perbaikan dan perencanaan ulang kembali untuk lebih meminimalisir polutan pencemar yang dihasilkan ke perairan setempat. Selain itu, pemakaian batubara dapat menambah kegunaannya selain sebagai bahan bakar boiler dalam proses pewarnaan. Oleh karena itu, adanya penelitian kembali mengenai efektifitas penggunaan batubara sebagai media adsorpsi bagi limbah cair hasil pewarnaan jeans diharapkan dapat mengurangi kadar pencemar effluent yang dihasilkan sehingga sesuai dengan Baku Mutu Air Limbah Cair.
Industri pewarnaan jeans menghasilkan limbah cair, padat dan gas yang belum dikelola sehingga menyebabkan dampak ke masyarakat. Hasil analisis air limbah yang menunjukkan bahwa air limbah dari industri ini belum diolah. Kondisi air sumur penduduk yang kandungan Cr melebihi baku mutu membuktikan bahwa limbah yang dihasilkan oleh industri berdampak ke lingkungan sekitar. Untuk itu perlu pengelolaan lingkungan industri pewarnaan jean dengan analisa SWOT didapat strategi WT dengan strategi pengelolaan lingkungan pada proses dan limbah sehingga tidak menimbulkan dampak ke masyarakat dari sisi pengusaha dengan adanya (a) komitmen, (b) kebijakan Lingkungan serta (c) dukungan dari stake holder yang ada dan sisi teknis dengan pengolahan limbah yang dihasilkan oleh industri baik limbah padat, cair dan gas (sajidin, 2010).
Hasil dari survei saya juga membuktikan bahwa perairan akibat limbah cair tersebut berubah menjadi biru, dimana sangat tidak memungkinkan bagi mahluk hidup untuk bertahan diperairan tersebut karena menurut iinparlina (2012), Salah satu penyebab berbahayanya limbah cair tekstil adalah colouring agent yang digunakan dalam proses pewarnaan yang biasanya mengandung berbagai senyawa logam berat dan senyawa sintesis yang sulit terurai di lingkungan bahkan oleh bakteri pengurai natural yang ada, hal ini terjadi karena limbah cair tekstil memiliki toksisitas yang mampu menghentikan aktifitas bakteri bahkan hingga membuatnya mati.


Gambar 2. Saluran Pembuangan Limbah

Terlihat sekitar periran tidak ada pertumbuhan maupun pergerakan organism perairan melainkan hanya lumut hijau, dan itu semua merupakan dampak yang dapat kita lihat secara langsung.


            Setelah dibuang kedalam aliran parit kecil tersebut maka perairan yang tercemar tersebut akan mengalir menuju anak sungai deli, yang menurut pengamatan saya jumlah air limbah pewarnan jeans tersebut masih dapat dinetralisir oleh perairan sungai yang mengalir deras dan tergolong limbah ringan bagi perairan yang luas seperti sungai. Namun jika masalah ini terjadi secara berkelanjutan akan mengakibatkan penumpukan bahan logam berat dan bahan sintetis akan menumpuk sedikit demi sedikit hingga pada akhirnya akan mengakibatkan dampak butuk bagi sungai DELI tersebut.

Gambar 3. Aliran Parit Menuju Anak Sungai

Namun menurut iinparlina (2012), Industri jeans adalah salah satu jenis industri tekstil yang banyak menggunakan pewarna indigo dalam proses pewarnaanya. Pewarna indigo merupakan jenis bahan pewarna yang sudah lama bahkan bisa dikatakan yang paling lama yang digunakan dalam industri jeans (denim). Pewarna jenis ini tidak larut dalam air sehingga dibutuhkan agen pe-reduksi (dalam reaksi redoks) seperti NaOH atau Na2S2O4 dalam penggunaannya dalam proses pewarnaan jeans. Setelah proses reduksi, jeans yang sudah diwarnai dipapar ke udara terbuka dalam rangka proses oksidasi dan mengembalikan bentuk indigo yang tidak larut dalam air. Sayangnya agen pereduksi sejenis Na2S2O4 memiliki pengaruh negative terhadap lingkungan dan kesehatan yang cukup besar sehingga perlu diupayakan penggantian agen, misalnya dengan menggunakan natrium borohidrida yang jauh lebih ramah lingkungan, namun agen ini masih sangat jarang digunakan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa bahaya dari limbah cair jeans tidak hanya ditimbulkan dari pewarnanya itu sendiri tetapi juga dari bahan lain yang turut serta dalam proses pewarnaan itu sendiri.
Berdasarkan karakteristik limbah cair tekstil yang sangat kompleks dan tidak mampu diolah secara tunggal dengan mekanisme biologis sederhana terutama dalam mengakomodasi toksisitas akibat senyawa indigo dan kandungan bahan organiknya, maka dibutuhkan sebuah sistem yang dapat mengatasai kedua permasalahan tersebut secara sekaligus hingga tuntas. Karena permasalahan pengolahan industri tekstil selama ini adalah ketidakmampuan akomodasi keinginan untuk dekolorisasi sambil melakukan pengurangan COD. Ketika menggunakan pengolahan biologis untuk mengurangi kadar COD, terkadang masih menyisakan permasalahan warna dan begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diusulkan sebuah sistem kombinasi teknologi antara pengolahan untuk pengurangan COD dan dekolorisasi (proses pengurangan kepekatan warna).


Bagaimanapun juga limbah tersebut sudah seharusnya di olah terlebih dahulu sebelum dibuang kelingkungan peraira karena jika tidak lambat laun pasti merusak lingkungan sungai tersebut. Dimana menurut Agustira (2013), Sungai memiliki peranan penting dalam kehidupan setiap mahluk hidup. Dengan perannya, air akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi/komponen lainnya. Fungsi sungai bagi sector pertanian adalag sebagai sarana irigasi bagi lahan pertaniaan seperti sawah, kebun dan sector pertanian lainnya. Sungai mempunyai kapasitas tertentu dan ini dapat berubah karena aktivitas alami maupun antropogenik sehingga dibutuhkan pelestarian agar sungai dapat berjalan sesuai dengan fungsinya.

Gambar 4. Lingkungan Perairan Anak Sungai DELI


PENUTUP


Penggunaan air dan sumber energy lainnya memiliki intensifitas yang cukup tinggi dalam setiap proses produksinya, sehingga jumlah limbah cair  yang dihasilkannya sangat melimpah. Kompleksitas proses produksi dalam industri tekstil menyebabkan limbah cair yang dikeluarkannya mengandung senyawa organik dengan konsentrasi cukup tinggi serta berbagai senyawa logam berat yang berbahaya bagi lingkungan dan mengancam kualitas kesehatan manusia dan habitat dari berbagai organisme lainnya. Selain itu, proses pewarnaan dalam industri tekstil menghasilkan limbah cair tekstil dengan kepekatan warna yang tinggi sehingga akan sangat mencolok jika dibuang ke lingkungan.
Maka dari itu untuk menjaga dan menghindari dampak yang lebih buruk tersebut marilah kita bersama peduli akan lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan perairan, terutama dalam pembuatan IPAL yang baik bagi perusahan yang bergerak dengan menggunakan bahan kimia maupun logam.
 Sebelum membuka usah sekala industri ada baiknya kita melakukan AMDAL agar kita dapat membandingkan dampak dari usaha yang akan kita laksanakan. Terimakasih





DAFTAR PUSTAKA

 Agustira,R., Kemala S.L, Jamilah. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air, Fisika Air, Dan Debit Sungai Pada Kawasan Das Padang Akibat Pembuangan Limbah Tapioka. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1 No.3.

Iinparlina. 2012. Limbah industri jeans (denim). Pusat Teknologi Lingkungan BPPT. Bandung.

Sajidin, Khoirus (2010). Pengelolaan Lingkungan Industri Pewarnaan Jean Di Desa Babalan Kidul Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan. Masters thesis, Magister Ilmu Lingkungan.

Rabu, 10 April 2013

Manajemen Sumberdaya Perairan: APLIKASI SIG DALAM ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

Manajemen Sumberdaya Perairan: APLIKASI SIG DALAM ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN: Tugas Sistem Informasi Sumberdaya perairan APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN DAERAH PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP ...

APLIKASI SIG DALAM ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN



Tugas Sistem Informasi Sumberdaya perairan

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN
DAERAH PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP GOMBANG DI
PERAIRAN SELAT BENGKALIS KECAMATAN BENGKALIS
KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAU

Dosen penanggung Jawab
Rusdi Leidonald, S. P, M.S c

Oleh :

Rio Fentaria S
110302048





PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013








KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Informasi dan Geografi. Dalam tugas mata kuliah Sistem Informasi dan Geografi yang berjudul APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN DAERAH PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP GOMBANG DI PERAIRAN SELAT BENGKALIS KECAMATAN BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROPINSI RIAUyang akan dijadikan landasan utama dalam membahas tentang sistem informasi yang terdapat pada bidang perairan.          
            Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Zulham Apandy Harahap S. Kel, M.Si dan Bapak Rusdi Leidonald S.P, M.Sc selaku dosen mata kuliah Sistem Informasi dan Geografi dengan segala kesabaran dan bimbingannya sehingga laporan makalah ini dapat diselesaikan dan teman-teman yang telah memberikan masukan agar makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


                                                                                     Medan,   April 2013

                  Penulis







BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis
(Aronoff, 1989).
Secara umum pengertian SIG sebagai berikut:
Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis ”
A.   Data spasial
Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Informasi lokasi atau informasi spasial. Contoh yang umum adalah informasi lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi. Contoh lain dari informasi spasial yang bisa digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi misalnya adalah Kode Pos.
• Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial. Suatu lokalitas bisa mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya; contohnya jenis vegetasi, populasi, pendapatan per tahun, dsb.

Sistem Koordinat
Informasi lokasi ditentukan berdasarkan sistem koordinat, yang di antaranya mencakup datum dan proyeksi peta. Datum adalah kumpulan parameter dan titik kontrol yang hubungan geometriknya diketahui, baik melalui pengukuran atau penghitungan. Sedangkan sistem proyeksi peta adalah sistem yang dirancang untuk merepresentasikan permukaan dari suatu bidang lengkung atau spheroid (misalnya bumi) pada suatu bidang datar. Proses representasi ini menyebabkan distorsi yang perlu diperhitungkan untuk memperoleh ketelitian beberapa macam properti, seperti jarak, sudut, atau luasan

Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:
1. Vektor
Dalam data format vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line), polygon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik/point (node yang mempunyai label), dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).
2. Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan dari system Penginderaan Jauh. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan kata lain, resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual, seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah, dsb. Keterbatasan utama dari data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi resolusi grid-nya semakin besar pula ukuran filenya. Keuntungan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya pada basisdata batas-batas kadaster. Contoh penggunaan lainnya adalah untuk mendefinisikan hubungan spasial dari beberapa fitur. Kelemahan data vektor yang utama adalah ketidakmampuannya dalam mengakomodasi perubahan gradual. Masing-masing format data mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan format data yang digunakan sangat tergantung pada tujuan penggunaan, data yang tersedia, serta kemudahan dalam analisa. Data vektor relatif lebih ekonomis dalam hal ukuran file dan presisi dalam lokasi, tetapi sangat sulit untuk digunakan dalam komputasi matematik. Sebaliknya, data raster biasanya membutuhkan ruang penyimpanan file yang lebih besar dan presisi lokasinya lebih rendah, tetapi lebih mudah digunakan secara matematis.

Sumber data spasial
Sebagaimana telah kita ketahui, SIG membutuhkan masukan data yang bersifat spasial maupun deskriptif. Beberapa sumber data tersebut antara lain adalah:
1. Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah, dsb.)
Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik
kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin
dsb. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan
bumi pada peta digital yang dihasilkan. Biasanya peta analog direpresentasikan dalam format vektor.
2. Data dari sistem Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit, foto-udara, dsb.)
Data Pengindraan Jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala. Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.
3. Data hasil pengukuran lapangan.
Contoh data hasil pengukuran lapang adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dsb., yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. Pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut.
4. Data GPS.
Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor.

B.     Data Atribut
Data atribut adalah data yang berupa penjeasan dari setiap fenomena yang terdapat di permukaan bumi. Data atribut berfungsi untuk menggambarkan gejala topografi karena memiliki aspek deskriptif dan kualitatif. Oleh karena itu, data atribut sangat penting dalam menjelaskan seluruh objek geografi. Contohnya, atribut kualitas tanah terdiri atas status kepemilikian lahan, luas lahan, tingkat kesuburan tanah dan kandungan mineral dalam tanah.
Perangkat lunak sistem informasi geografi saat ini telah banyak dijumpai . Masing-masing perangkat lunak ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam menunjang analisis informasi geografi. Salah satu yang sering digunakan saat ini adalah ArcView. ArcView yang merupakan salah satu perangkat lunak Sistem Infrmasi geografi yang di keluarkan oleh ESRI (Environmental Systems Research Intitute). ArcView dapat melakukan pertukaran data, operasi-operasi matematik, menampilkan informasi spasial maupun atribut secara bersamaan, membuat peta tematik, menyediakan bahasa pemograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi khusus lainnya dengan bantuan extensions seperti spasial analyst dan image analyst (ESRI).
ArcView dalam operasinya menggunakan, membaca dan mengolah data dalam format Shapefile, selain itu ArcView jaga dapat memanggil data-data dengan format BSQ, BIL, BIP, JPEG, TIFF, BMP, GeoTIFF atau data grid yang berasal dari ARC/INFO serta banyak lagi data-data lainnya. Setiap data spasial yang dipanggil akan tampak sebagai sebuah Theme dan gabungan dari theme-theme ini akan tampil dalam sebuah view. ArcView mengorganisasikan komponen-komponen programnya (view, theme, table, chart, layout dan script) dalam sebuah project. Project merupakan suatu unit organisasi tertinggi di dalam ArcView.
Salah satu kelebihan dari ArcView adalah kemampaunnya berhubungan dan berkerja dengan bantuan extensions. Extensions (dalam konteks perangkat lunak SIG ArcView) merupakan suatu perangkat lunak yang bersifat “plug-in” dan dapat diaktifkan ketika penggunanya memerlukan kemampuan fungsionalitas tambahan (Prahasta). Extensions bekerja atau berperan sebagai perangkat lunak yang dapat dibuat sendiri, telah ada atau dimasukkan (di-instal) ke dalam perangkat lunak ArcView untuk memperluas kemampuan-kemampuan kerja dari ArcView itu sendiri. Contoh-contoh extensions ini seperti Spasial Analyst, Edit Tools v3.1, Geoprocessing, JPGE (JFIF) Image Support, Legend Tool, Projection Utility Wizard, Register and Transform Tool dan XTools Extensions .
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kawasan perairan yang potensial untuk daerah pengoperasian alat tangkap gombang berdasarkan faktor-faktor lingkungan perairan (oseanografi) berupa parameter kecepatan arus, kedalaman dan kecerahan perairan dengan menggunakan aplikasi SIG.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam upaya mengeksploitasi sumberdaya perairan telah dilakukan berbagaicara dan metode. Salah satu carayang digunakan adalah dengan penerapan metode penangkapan dan penggunaan bermacam jenis alat penangkapan. Selain itu, modifikasi pada alat tangkap juga telah dilakukan. Namun usaha yang dilakukan akan kurang optimal jikatidak didukung oleh ketersediaan  informasi tentang daerah penangkapan. Seperti pendapat Gunarso (1985), bahwa untuk memperoleh hasil tangkapan yang baik dipengaruhi oleh alat penangkapan yang digunakan seperti konstruksi, bahan, teknik dan keadaan lingkungan (cahaya, arus, tingkah laku ikan) serta keterampilan nelayan dalam mengoperasikan alat penangkapan tersebut. Informasi kesesuaian daerah pengoperasian alat tangkap akan mempengaruhi operasional, efektifitas dan efisiensi kerja. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek yang dijadikan dasar pertimbangan untuk penentuan kesesuai daerah perairan, yaitu aspek teknis dan aspek oseanografi. Selain itu pemilihan lokasi yang ideal untuk tempat operasi alat tangkap dapat mengurangi biaya operasional penangkapan yang akan dikeluarkan, dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan pendapatan nelayan.
Salah satu alat penangkapan yang digunakan oleh nelayan di perairan Selat Bengkalis adalah gombang. Gombang merupakan alat penangkapan yang menetap (diam) disuatu perairan. Brant (1984) mengklasifikasikan gombang ke dalam kelompok fishing with net bag fixed mouth. Sedangkan Subani dan Barus (1988) menggolongkan alat penangkapan gombang ke dalam fish with filter nets karena prinsipnya adalah menjaring volume air yang masuk kedalam alat tangkap
gombang
Dalam pemasangan alat tangkap gombang di perairan sangat dipertimbangkan kecepatan arus, kecerahan dan kedalaman perairan (faktor penentu). Untuk mencari daerah penangkapan yang ideal bagi pengoperasian alat tangkap gombang dibutuhkan suatu pengetahuan dan informasi mengenai faktor penentu.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kesesuaian daerah perairan tersebut dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah system yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan dilokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang
diperlukan, yaitu data sapsial, perangkat keras, perangkat lunak dan
struktur organisasi (Prahasta, 2002).           



BAB III
PEMBAHASAN
Jenis arus yang terdapat di Selat Bengkalis adalah jenis arus pasang surut karena dipengaruhi oleh perubahan permukaan air laut akibat pasang surut. Kisaran kecepatan arus perairan Selat Bengkalis adalah 0,31 –0,51 m/dtk. Keadaan ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara stasiun yang satu dengan stasiun yang lainnya. Besaran nilai kecerahan perairan yang didapatkan dari hasil pengukuran dilapangan berada pada rentang 0,33 – 0,54 m. Variasi tersebut erat kaitannya dengan tingkat kedalaman perairan tersebut. Kisaran kedalaman perairan yang menjadi lokasi penelitian berada pada rentang 0 – 25 m. Tingkat kedalaman bergerak naik dari pantai ke arah laut. Perbedaan ke dalaman perairan dapat menggambarkan bentuk topografi dasar perairan. Bentuk dasar perairan mempengaruhi arus, pasang surut dan kecerahan perairan. Kedalaman perairan dapat mempengaruhi penetrasi matahari yang masuk ke perairan, semakin dalam perairan maka daya tembus cahaya matahari semakin berkurang (Laevastu dan Hayes, 1981).
Dalam pembobotan, kecepatan arus memiliki bobot tertinggi. Hal ini dikarenakan parameter kecepatan arus menjadi faktor yang dominan dalam penentu terhadap pengoperasian alat tangkap dan hasil tangkapan gombang. Usman, Brown dan Rengi (2004) melaporkan bahwa kecepatan arus, baik arus pasang maupun surut mempengaruhi hasil tangkapan gombang, dengan pola hubungan positif dan cukup kuat. Parameter kedalaman perairan menempati bobot kedua, pertimbangan ini didasari bahwa dalam pengoperasian alat tangkap gombang faktor kedalaman perairan menjadi pertimbangan nelayan. Syofyan (2005) menyatakan bahwa kedalam perairan memberikan pengaruh yang sangat nyata kepada hasil tangkapan gombang




(Gambar 4).  Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Penentuan Daerah
Pengoperasian Alat Tangkap Gombang Di Perairan Selat Bengkalis

Dari analisis spasial dan pembobotan pada data atribut didapatlah berupa kawasan perairan terpilih untuk daerah pengoperasian alat tangkap gombang.. Kawasan terpilih dikelompokkan menjadi tiga kelas kesesuaian, yaitu; sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai. Daerah kelas sesuai memiliki kisaran nilai kecepatan arus 0,29 – 0,32 m/s, kedalaman perairan 6 – 22 m dan nilai kecerahan 0,25 – 0,62 m. Pada peta di Gambar 5 kelas ini ditandai dengan warna biru. Kelas cukup sesuai mencakup sebahagian kecil dari kawasan studi. Daerah ini ditandai dengan warna merah jambu pada peta. Kisaran nilai parameter untuk daerah ini adalah; kecepatan arus 0,32 – 0,38 m/s, kedalaman perairan 4 – 6 m dan nilai kecerahan 0,25 – 0,46 m. Untuk kelas tidak sesuai pada peta daerahnya ditandai dengan warna kuning. Kisaran nilai parameter untuk daerah ini adalah; kecepatan arus 0,32 – 0,37 m/s, kedalaman perairan 0 – 4 m dan nilai kecerahan 0,34 – 0,37 m



 (Gambar 5).Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Penentuan Daerah
Pengoperasian Alat Tangkap Gombang Di Perairan Selat Bengkalis

Hasil tangkapan dari alat tangkap gombang yang dioperasikan di perairan Selat Bengkalis ini adalah udang dan beberapa jenis ikan seperti lomek, tenggiri, parang dan malung. Hal ini didukung dari laporan Sari (2002) bahwa udang dan beberapa spesies ikan yang terdapat di Desa Meskom merupakan hasil tangkapan gombang dan pengerih.





BAB IV
KESIMPULAN
Kawasan yang potensial untuk pengoperasian alat tangkap gombang di perairan Selat Bengkalis dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu; sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai. Kawasan yang berpotensi dan berada di kelas sesuai memiliki luas 1.460, 381 ha (96,21 % dari total kawasan yang diteliti). Sedangkan luas kawasan yang cukup sesuai adalah 27,232 ha (1,79%) dan kawasan yang tidak sesuai memiliki luas 30,351 ha (2%).

DAFTAR PUSTAKA
Brant, V. A. 1984. Fish Catching Methode of The World. Third Edition. Fishing
News (Books) Ltd. London. 418 p.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan
Teknik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan. IPB. Bogor. 60 hal.

Laevastu, T and M. L. Hayes. 1981. Fisheries Oceanography New Ocean
Environmental Services. Fishing News (Books) Ltd. London. 199 p.

Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika.
Bandung. 334 hal.

Sari, T. E. Y. 2002. Pengembangan Sistem Informasi Perikanan di Perairan
Bengkalis, Propinsi Riau. Jurnal Terubuk. 29 (1). Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.
.
Subani, W dan H. R. Barus. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta 247 hal.

Syofyan, I. 2005. Pengaruh Pengoperasian Gombang Terhadap Komunitas Ikan dan
Udang di Selat Bengkalis. Jurnal Terubuk. 34 (2). Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.

Usman, A. Brown dan P. Rengi. 2004. Hubungan Kecepatan Arus dengan Hasil
Tangkapan Gombang di Perairan Desa Durai Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Propinsi Riau. Jurnal Terubuk. 31 (1). Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.